Cassava, The Magic Plant
Provided by JavaCassava Plantation - Indonesia
Dapatkan informasi detail tentang teknik kultivasi/budidaya Singkong JavaCassava N1 dengan mnghubungi email :
atau
Download:http://cassavaindonesia.webs.com/SOP%20Singkong/SOP%20SINGKONG%20DHF&%20DAN%20MEARMANIK%20C2a%20Standar.doc
Dengan
semakin meningkatnya permintaan dan kebutuhan akan produk berbasis
singkong maka permintaan dan kebutuhan akan bibit juga semakin
meningkat, hal ini menyebabkan berbagai Institusi Penelitian dan
Pengembangan dalam bidang Agrikultur terus menerima permintaan baik
dalam bentuk bibit maupun sekedar referensi dan makalah penelitian.
Saat
ini tersedia 10 varietas ubi kayu di pasaran. Kesepuluh varietas
tersebut dikelompokkan menjadi dua, yakni kelompok varietas ubi kayu
untuk pangan dan untuk industri.
Varietas untuk pangan adalah - N1 Mekarmanik
- Adira 1
- Malang 1
- Malang 2
- Darul Hidayah.
- N1 Mekarmanik
- Adira 2
- Adira 4
- Malang 4
- Malang 6
- UJ 5
- dan UJ 3.
*Singkong
Mukibat tidak dimasukkan ke dalam varian tersendiri karena Singkong
Mukibat sebenarnya hanyalah Singkong biasa dan Singkong Karet yang
disambung menggunakan teknik okulasi.
Varietas untuk pangan mempunyai tekstur umbi yang pulen dengan kadar HCN < 50 miligram per kilogram dan mempunyai rasa tidak pahit. Sedangkan ubi jalar untuk industri mempunyai kadar patin atau kadar bahan kering sekitar 0,6 gram per kilogram.
Pengembangan singkong Ngawi N1 dan C2 Mekarmanik adalah merupakan jawaban dari persoalan dan rendahnya produktivitas dimana untuk jenis singkong konvensional biasanya hanya menghasilkan 40 – 50 ton singkong segar per hektar, bahkan terkadang hanya mencapai 20 – 25 ton /ha lahan tanam. Sedangkan singkong Ngawi N1 dan C2 Mekarmanik setelah melalui berbagai uji tanam atau diketahui dapat menghasilkan singkong segar sebesar 100 – 150 ton/ha lahan tanam.
Dengan menanam singkong Varietas unggul dapat meningkatkan efisiensi :
- Lahan
- Bibit
- Pupuk
- Biaya garapan
- Penyiangan rumput
- Biaya panen
- Biaya angkut
- Biaya Operasional lain
Produksi
singkong di Indonesia dapat meningkat dengan menambahkan bahan organik
ke dalam tanah. Bahan organik (kompos) yang ditambahkan ke dalam tanah
berfungsi sebagai sumber unsur hara dan memperbaiki sifat fisik, kimia,
serta biologi tanah.
Organisme
tanah memanfaatkan bahan organik itu sebagai sumber energi. Lalu
melalui asam humiknya, organisme ini dapat mempertahankan struktur
tanah, sehingga sifat fisik tanah seperti infiltrasi dan drainase baik
untuk pertumbuhan tanaman. Selain itu asam humik juga memegang peranan
penting dalam menonaktifkan senyawa racun seperti Aluminium.
Singkong merupakan tanaman yang menurut hasil penelitian Kanapathy (1974) menunjukkan bahwa unsur hara yang keluar dari siklusnya di tanah sebagai akibat dari proses pemanenan
pada tanaman singkong, lebih tinggi dibandingkan tanaman lahan kering
lainnya seperti kelapa sawit, karet, dan jagung. Sehingga jika bagian
tanaman lainnya selain umbi dikembalikan lagi ke tanah, maka unsur hara
yang hilang sebenarnya jauh lebih kecil daripada tanaman seperti padi
dan jagung. Apabila ampas dari proses pembuatan tepung juga
dikembalikan, maka unsur hara yang hilang akibat proses produksi
singkong ini sangat kecil.
Kurangnya
pemberian bahan organik, dan tidak dikembalikannya sisa-sisa tanaman
juga menyebabkan menurunnya aktivitas organisme tanah, dan menurunkan
kemantapan struktur tanah sehingga tanah menjadi padat. Sebagai
akibatnya, akar tanaman menjadi kurang berkembang. Terlebih lagi Al-dd
menjadi sangat beracun dan menurunkan produktivitas.
Data
dan Fakta diatas menunjukkan bahwa skema pemupukan yang disarankan
adalah dengan menggunakan pupuk organik seperti kompos maupun kotoran
hewan dan daun – daunan. Dengan perawatan tanaman sekaligus lahan dengan
teknik organik diharapkan produktivitas tanaman akan tinggi karena
kebutuhan nutrisi tanah terpenuhi sekaligus menjaga matinya tanah yang
disebabkan oleh ‘terkikis’nya unsur hara oleh tanaman tersebut.
BERKEBUN SINGKONG SEBAGAI MATA PENCAHARIAN
Bahwa
bertani singkong menguntungkan, banyak dialami petani di beberapa
daerah di Jawa Barat, mulai dari Kabupaten Purwakarta, Subang, Sumedang,
Tasik, Ciamis, Garut, sampai Sukabumi dan Cianjur. Mereka secara khusus
menanam singkong sebagai mata pencaharian pada lahan budidaya khusus
dengan luas antara 1-4 ha. Lahan umumnya terletak di lereng pegunungan
berbatasan dengan lahan Kehutanan / Perhutani.
Bahkan
seiring dengan meningkatnya harga secara stabil yang disebabkan oleh
tingginya permintaan produk, terutama dalam bentuk gaplek, tepung gaplek
dan tepung tapioka, menyebabkan semakin banyak petani berdasi yang saat
ini mulai membudidayakan singkong dengan luas tanam di atas 50 ha,
terutama di Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan.